Semenjak Sosial Media (sosmed) menjadi sangat booming sekitar tahun 2008. Yah seenggaknya ditahun itulah saya secara pribadi merasakannya pengaruh terhadap kawan dekat. Sejak tren itu, teman-teman saya mendadak jadi sangat narsis.
Kenarsisan itu dilakukan dengan membolak-balik kamera belakang ponsel mereka. Ya, karena zaman dulu sangat minim teman yang punya ponsel berkamera narsis (kamera depan). Kalaupun ada, paling cuma resolusi VGA yang membuat foto wajah kita jadi keliatan makin banyak jerawatnya, kacau. gak jarang setelah berfoto-foto mereka pergi ke warnet buat meng-uploadnya. Hal ini sangat wajar karena kecepatan koneksi nponsel waktu itu memang kurang greget.
Tren narsis itu berubah ketika masa SMA. Disini saya melihat halaman sosial media milik teman saya dipenuhi dengan status berparagraf-paragraf, mereka mendadak puitis!
Tema puisi yang mereka angkat kebanyakan tentang cinta monyet dan persahabatan, semua di-share. Bahkan ketika mereka “masuk angin” sekalipun seakan-akan seluruh dunia mesti tahu. Ya lewat update statusnya itu.
ternyata tren itu masih saja berkembang hingga kini. Bhakan FB-pun seakan menjadi jejaring masyarakat bawah yang jauh dari intelektual karena kebanyakan berisi curhatan yang gak jelas dari si-empunya akun. Bener gak? coba cek linimsa kalian.
Twitter sepertinya cukup menarik bagi kaum intelektualtentang keluhkesahnya. Terlebih dengan munculnya hashtag “#” yang mempermudah orang untuk menemukan teman yang lagi punya kegundahan yang sama. Topik yang diangkat pengguna kini, didominasi isu nasional dan keluh kesah tentang kebijakan pemerintah yang ngawur.
Tren paling baru muncul ketika adanya integrasi antara jejaring sosial “konvensional” dengan jejaring sosial berbasis photo sharing. Ini membuat orang rajin berbagi status, lokasi yang ia tuju saat itu dilengkapi dengan foto-foto pendukung baik selfie, wefie(groupie) , dan ya, foto makanan kalau mereka lagi direstoran. Semuanya dibagi kepada publik dengan sangat terbuka dan detail.
Disatu sisi ini adalah lahan kreatifitas yang positif sebenarnya, karena mereka bisa ngasih review yang berguna tentang makanannya. Apalagi kalau ditulis diblog kaya gini, wuiiih…he he (emang itu berguna ya?).
Dilain sisi, media tertua buat curhat dan nyeritain isi hati adalah ya, Diary (catatan harian). Mungkin buat kamu yang menikmati masa muda sebelum ada sosial media pasti pernah akrab dong dengan Diary (he he ketauan usiannya ya om-tante?) Bener deh, gak percaya? coba aja tanya sama mamah-papah kamu, dulu mereka pasti pernah punya atau barangkali sampai sekarang masih nulis diary kali ya.
Disini, mereka bisa nulis apa aja yang kejadian hari ini. Juga nulis tentang hal-hal yang “nyangkut” dihati dan gak mungkin buat diuangkapin ke orang lain. Diary ini juga sangat-sangat “private” dan jujur. Bahkan kalau sampai jatuh ke orang lain terus dia baca, pasti bakal tahu detail pemikiran si empunya Diary.
Rupanya di zaman digital ini, menulis Diary menjadi sangat mudah. kamu bisa lakuin dimana aja, lebih detail dan lebih aman pastinya. Semua itu bisa dilakukan dengan aplikasi ponsel semacam Memmories dan Diaro , aplikasi berbasis Android OS. Nah dengan aplikasi ini kita bisa nulis diary dengan cpat jadi begitu ada kejadian unik dan langka tinggal buka ponsel terus ketik deh. Selain itu kita bisa menambahkan foto, rekaman suara, bahkan lokasi. Pastinya lebih aman! karena kita bisa mengunci aplikasi ini dengan password dan mem-backupnya ke server di internet.
Jadi gak perlu taku catatan berharga kita dilihat teman tanpa izin atau hilang tanpa sengaja. Kalau kamu kreatif, kamu juga bisa ngangkat cerita unikmu atau curhatmu dengan lebih bermutu kedalam blog.
MIsalnya gini nih, suatu saat kamu lagi naik bus antar provinsi buat liburan akhir semester. Terus ketika kamu duduk ternyata di seberangmu ada orang yang tampilannya keren dan “nyenengin”. Tapi sesuatupun terjadi ketika di tengah perjalanan kemu mendadak jadi il-feel (ilang feeling) gara-gara kamu liat orang yang kamu anggap keren tadi , tidur dengan mulut menganga dan kepala yang naik turun gak karuan (kayak ayam lagi disko).
Nah, daripada kamu foto terus jelek-jelekin dia di sosmed mendingan tulis aja di Diary terus dikembangin di Blog bisa lahir deh artikel dengan judul “Tips tidur Secara Cool di dalam Bus” tuh kan mantap gak? Selain bermanfaat juga bisa melatih ide kreatif kita.
Jadi sebenarnya, lewat artikel ini saya ngajak teman-teman biar gak melupakan Diary. Apalagi malu buat nulis Diary, atau bahkan hanya sekedar punya pun malu. Duh, jangan deh.
Coba bayangkan ketika kita curhat di Sosmed, apa yang kamu dapat? gak lebih dari emoticon dan “likes” aja dari teman kamu kan? Kamu mau dapat “feedback” berupa solusi dari teman kamu? Duh, kecil tuh kemungkinannya. Apalagi bila mayoritas temanmu hanya “seperti itu”.
Nah coba kalau kamu nulisnya di Diary, seenggaknya kamu bisa luapin perasaanmu dan kenangan hari-harimu secara terbuka dan itu bisa membuatmu lebih nyaman. Meskipun curhat yang paling baik (disamping itu semua) tentu curhat kepada Allah SWT sang Maha Mendangar. Juga kepada orang tua, kita bisa minta mereka sisihkan waktu buat kita. insya Allah mau kok.
Balik lagi ke Diary, terpenrting kamu bisa kembangin kisahmu kedalam blog, pasti lebih menarik. Teman-teman saya banyak lo yang rutin bikin artikel di blog meskipun isinya keluh kesah dan puitis penuh kode tapi seenggaknya masih mencoba untuk lebih serius untuk ngembangin ide tulisannya kedalam artikel beneran daripada hanya sebuah status tanpa arti.
Jadi gimana nih, pilih sosmed atau Diary buat tempat curhatmu?