SMA yang aku pernah belajar disana berkembang secara perlahan namun pasti. Ia menjadi salah satu percontohan SMA yang pecinta damai, pelajar disana tidak ada yang terlibat masalah hukum. Anak-anak manis itu sejak hampir satu dekade lalu sudah bisa menikmati kecanggihan dunia robotika lewat ekstrakulikuler yang disedikan oleh sekolah disebuah ruang khusus.
Jenis robot yang paling umum dirangkai oleh kelompok pemula adalah robot pemindah barang dan pemadam api lilin. Pembeda diantara keduanya adalah sensor yang ditanam. Satu mengenali volume sebuah benda dan satunya lagi dapat medeteksi titik panas (hot spot).
Sensor tersebut diperintah menggunakan beragam parameter oleh anggota regu yang bertindak sebagai programmer. Kode ditulis kedalam memori untuk kemudian diolah oleh chip yang terangkai dalam sebuah board yang lazim bermerek Arduino atau Rasp Pi.
Melalui robotika, anggota klub dapat belajar mengenai kecerdasan buatan dalam teori dan praktik yang paling simpel. Dengan perbandingan lurus antara kuantitas anggota tim yang punya kualitas SDM tinggi, rancangan kecerdasan buatan akan lebih cepat diselesaikan. Cara pembuatannya tidak sesulit yang dibayangkan namun butuh ketelatenan.
Kecerdasan manusia vs kecerdasan ala manusia
Ngomong-ngomong, kecerdasan yang pastilah kompleks adalah manusia. Ketika manusia duduk didepan meja yang dihadapkannya segelas air putih, maka dia memiliki beragam kemungkinan aksi. Ada kemungkinan segelas air putih itu diminumnya. Opsi penyertanya adalah diminum sampai habis, setengah gelas, atau hanya satu tegukan. Kemungkinan lain adalah dibuang, digunakan menyiram tanaman, diberikan sebagai minuman hewan sekitar, dicampur sianida atau digunakan untuk cuci muka.
Satu-satunya yang mengetahui pasti adalah Allah yang Maha Menguasai Ilmu. Allah sudah tahu apa yang akan dilakukan makhluknya bahkan lima puluh ribu tahun sebelum alam semesta ini diciptakanNya. Segala ketentuan secara detail mengenai rezeki, rintangan, ujian, kebahagiaan atau keputusasaan sudah tertera dalam takdir setiap manusia.
Didalam Islam, mengetahui tentang takdir dan percaya atasnya adalah rukun iman yang keenam. Maka percaya terhadap takdir berarti tidak perlu mempertanyakan atau memperdebatkannya. Sebab berarti seorang hamba dapat fokus mengerjakan amal salih lain agar takdir yang diimaninya tersebut adalah takdir baik.
Takdir mempresentasikan bahwa kecerdasan manusia merupakan buatan Rabb Pemilik Alam Raya yang memungkinkan manusia bertindak sesuai dengan keinginannya. Ini berbeda dengan kecerdasan buatan yang bertindak berdasarkan parameter, kecerdasan yang sebenarnya tetap berada pada sebuah scoope kecil yang terbatas dan tetap memiliki limitasi.
Tengok saja manusia, dia akan dapat bertindak secara sadar, mempelajari ragam ilmu, berkarnya menghasilkan aneka ragam benda, mengerjakan ibadah dalam kondisi apapun, bahkan melakukan pembangkangan dalam bentuk apapun. Dia bebas meloncat dari sebuah aksi ke aksi lain atau berpindah dari sebuah rutinitas satu ke rutinitas baru. Menjadikan kecerdasan manusia, tindakan yang dilakukannya dan takdir yang sudah tercatat atasnya, sangat bias. Manusia akan lupa dan kebingungan saat bersikeras memadukan ketiganya dan menyimpulkan apa yang terajdi atasnya kelak.
Aku punya perspektif lain, bagiku perkara takdir ini justru menjadi cara Allah untuk menunjukkan eksistensiNya.
Saat santap makan disebuah kedai tradisional tapi dikonsep dengan makna premium dengan udara yang sejuk, aku termenung sejenak mengenai bagaimana kerumitan skenario Allah sehingga aku bisa duduk disana, menikmati segalanya dan termenung pada detik itu. Dalam hati aku coba mengaitkan kembali dengan berbagai kisah kegagalanku tempo hari. Aku berandai jika aku tidak pernah gagal dan semua yang aku rancang itu terwujud, bisa dipastikan aku tidak akan bisa merasakan kenikmatan ini, tidak bisa mengenal kawan-kawan baruku ini, dan tidak bisa merenung pada detik ini.
Pikiranku berjalan liar mengaitkan kepingan visual satu persatu yang tampak dimataku. Daging lembut yang aku makan, air kelapa bercampur milkshake yang aku minum, kesegaran aroma sejenis gaharu yang kuhirup sudah ditakdirkan untuk sampai dihadapanku melalui kisah petani dan peternak yang rumit, yang tidak aku mengerti.
Bahkan security didepan sana yang kami beri tip juga takdir atasnya. Lembaran rupiah itu sudah ditakdirkan oleh Allah lima puluh ribu tahun sebelum semesta diciptakan melalui tangan kami. Segala rangkaian ini, jika ada satu saja deretan kisah yang tidak terjadi maka semuanya akan gagal dan cerita hahri itu akan sangat berbeda. Persahabatanku dengan bocah-bocah jenius itu adalah sebuah hal yang tidak pernah terbayang olehku dan tidaklah mungkin kami saling mengenal jika aku tidak segagal ini.
Lihat, betapa semua runutan kejadian tersebut tidak akan terjadi jika tidak ada yang mengaturnya. Kecerdasan manusia tunduk pada takdir pencipta kecerdasan. Disinilah keberadaan sang pencipta pastilah nyata adanya, dialah Allah yang Maha Esa dan Maha Perkasa.
Kecerdasan manusia sebenarnya memiliki limitasi, limitasinya adalah kecerdasan tidak akan bisa melangkahi takdir. Satu hal yang dapat membuatku selalu berusaha tenang adalah ketika semua tindakanku yang mengantar pada sebuah konsekuensi tidak melawan aturan Allah, maka pastilah takdir akan terasa menyenangkan sesudahnya. Walaupun tetap saja takdir adalah misteri, mengenai seberapa lama perjuangan harus dikobarkan, seberapa lama kesabaran harus ditampakkan, atau seberapa lama kesenangan bisa dirasakan.